Inti dari semua permasalahan baik besar ataupun kecil sedianya akan terselesaikan jika mengerucut dua kata, "niat dan mau". Misalnya saja, "Jakarta kota yang lalu lintasnya kusut dan carut marut, namun adakah niat untuk membenahinya?". Jika niat ada, maka pertanyaan selanjutnya adalah, "Mau tidak membenahinya?". Nah, ini adalah hal yang menurut saya tidak semua orang memilikinya. Benar atau tidak?. Ketertarikan saya terhadap beliau adalah bentuk ketertarikan secara personal, bukan lantaran Jokowi adalah Cagub DKI Jakarta 2012.
Dengan mengutip dari beberapa sumber dari internet seperti yang biasa saya lakukan, saya ingin mengajak anda mengenal Profil Jokowi serta sedikit larut dalam dialog serta diskusi singkat bersama Jokowi yang saya kutip dari beberapa media online terkenal di Indonesia seperti Tempo, Tribunnews, Republika dan Detik.com.
Jokowi adalah seorang tokoh pemimpin Walikota Solo dan beberapa waktu lalu berperan aktif dalam mempromosikan Mobil dengan brand ESEMKA buatan anak bangsa. Ir. Joko Widodo atau Jokowi adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Jokowi lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961. Agama yang dipeluk oleh Jokowi adalah Islam.
Jokowi adalah Walikota Solo yang membeli mobil merk ESEMKA buatan anak bangsa dan dipakai sebagai mobil dinasnya. Suatu waktu ia pernah datang ke Jakarta dengan menggunakan ESEMKA dan setelah sampai di Jakarta ia berucap, "Mobil ini kuat, hanya radiatornya saja yang perlu saya tambahkan air".
Bekerja tanpa gaji. Itulah hal yang dilakukan Jokowi selama masa jabatannya menjadi wali kota Solo. Tidak pernah sekali pun gaji yang menjadi haknya itu diambil oleh pria berpostur kurus dan jelek ini (ini dia sendiri yang mengatakannya, simak dengan lengkap artikel ini hingga selesai).
Dengan tidak mengambil gaji bukan berarti Jokowi berlaku zalim pada diri dan keluarganya, namun baginya ada orang yang lebih membutuhkan uang tersebut ketimbang dirinya. Apalagi Jokowi dan istri memiliki usaha lain yang ditekuni sejak sebelum menjadi Walikota, yakni menjadi eksportir mebel. Dan taukah anda berapa gajinya saat ia menjabat menjadi Walikota Solo yang mengantongi 90% total dari total suara pemilih Solo periode 2010-2015 ini?. Rp.6,5 juta potong pajak jadi Rp.5,5 Juta perbulannya. Gaji anda pun mungkin jauh lebih besar dari gajinya.
Mungkin terlalu jauh jika ia disandingkan dengan tokoh terkenal dunia seperti halnya Ahmadinejad yang juga tidak mengambil gajinya, namun jujur saja pria ini mengingatkan saya akan figur bersahaja pemimpin Iran tersebut yang beberapa waktu lalu saya posting di blog ini dengan judul Sebuah catatan kecil tentang seseorang yang bernama Ahmadinejad.
Upaya Jokowi untuk menata PKL rupanya menggunakan pendekatan kemanusiaan. Metode pendekatan yang ia lakukan adalah dengan menjamu makan siang bersama PKL (Pedagang Kaki Lima) berkali-kali yang digelar Walikota jebolan Kehutanan UGM ini. Hingga pada akhirnya di makan siang ke-54, rencana Jokowi tersampaikan kepada para PKL dan disambut baik tanpa bentrok.
Badan Jokowi boleh kurus, tapi jangan main-main dengannya. Jokowi tidak segan memecat pegawai di birokrasi yang tidak mau mendukung perbaikan sistem layanan publik. Hal tersebut dibuktikannya saat ia mencopot 1 camat dan 3 lurah saat perbaikan pelayanan KTP di Surakarta yang tadinya 2-3 minggu (tergantung pesanan) kini menjadi 1 jam dengan biaya 5ribu rupiah saja.
Sekilas penampilan Jokowi jauh dari kesan metal yang dekat dengan aliran musik keras tapi siapa sangka jika Jokowi merupakan kebalikannya. Ia adalah seorang pecinta musik cadas dengan koleksi musik keras seperti Deep Purple, Scorpion, Metallica, Napalm Death, Linkin Park dan masih banyak lagi.
“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” demikian tutur Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya asal muasal nama Jokowi yang kini disandangnya. Jokowi mengatakan bahwa begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’ sebagai panggilan pembeda dari Joko-Joko lainnya. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang.
Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak dengan mengantongi 90% suara tersebut diperolehnya saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu ada Pak Joko.”
Lalu bagaimana ceritanya sehingga dia bisa sampai begitu dicintai oleh masyarakat Solo serta kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang?. Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.
Wartawan: Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat?
Jokowi: Prinsip saya hanyalah bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.
"Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja."
Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali.
Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak.
Wartawan: Awalnya reaksi internal bagaimana?
Jokowi: Ya biasa, resistensi dan juga pertentangan selama setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan.
Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah.
Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000.
Wartawan: Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan?
Jokowi: Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan.
Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali dengan cara saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah digebuk-gebukin bisa kok.
Wartawan: Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama?
Jokowi: Kita melihat-melihat perkembangan serta arah angin-lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk dan poster-poster gede. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada juga sebagian dari mereka yang mengancam membakar balai kota.
Wartawan: Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa?
Jokowi: Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit kemudian kita perlebar.
Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana ya. Coba anda pikir sendiri bagaimana mungkin Walikota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklan kan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah.
Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia manapun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali.
Wartawan: Omzetnya di tempat yang baru?
Jokowi: Bisa empat kali. Anda bisa tanya langsung ke sana, masa tanya saya (hahaha, sambil mengeluarkan tawanya yang khas dengan interval yang teratur). Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Wah, itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya.
Wartawan: Bagaimana dengan PKL yang lain?
Jokowi: Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah.
Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.
Wartawan: Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda?
Jokowi: Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar.
Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu.
Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan.
Wartawan: Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman?
Jokowi: Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja.
Wartawan: Soal pendidikan, di beberapa daerah sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu?
Jokowi: Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu.
Wartawan: Itu juga yang diberlakukan untuk kesehatan?
Jokowi: Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.
Setelah survei itu, saya melihat, benar-benar ada keinginan masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar. Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40, kira-kira.
Wartawan: Ada kekhawatiran tidak, ketika lepas jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga?
Jokowi: Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya."